My Great Web page

Sabtu, 27 Agustus 2011

Passing Ceo Professional

Ada ribuan, mungkin puluhan ribu, blog milik para bos alias blog CEO. Kualitasnya macam-macam. Hanya sedikit yang menarik. Lebih banyak lagi yang membosankan dan tak bisa menjaring pengunjung. Apa penyebabnya?
Pertanyaan itu saya peroleh dari teman-teman di kalangan konsultan humas belakangan ini. Daripada menjawab satu per satu, mending saya tuliskan saja sekalian di sini. Jadi para pembaca boleh mengambil hikmahnya.
Sebelum bertanya, kawan-kawan yang jadi petugas atau konsultan humas itu bercerita bahwa klien-klien mereka sudah memiliki blog. Awalnya seru. Para bos bergairah menulis dan pembaca rutin berkunjung. Tapi lama-lama blog mereka sepi seperti kuburan. Padahal mereka sudah mempraktekkan segala macam teknik rekayasa sosial dan search engine optimization (SEO).
Mendengar cerita kawan-kawan itu, saya pun teringat sebuah ujaran tentang pengelolaan blog berdasarkan teknik SEO. “Buatlah blog dan perbarui isinya secara berkala untuk memancing pranala, menarik pengunjung, dan meningkatkan peluang muncul di halaman pertama mesin-mesin pencari.”
Ujaran itu ternyata tak selalu berhasil. Biarpun blog sudah dibuat dan isinya diperbarui, mesin pencari tidak juga memunculkannya pada halaman pertama.
Di manakah salahnya? Barangkali ada pada niat. Blog yang sejak awal diniatkan semata-mata demi teknik SEO hampir pasti berakhir di ujung jalan yang sunyi. Orang tak lagi menengoknya karena menilai tiada guna dan faedah di sana. Pengunjung yang semula mencari dan menemukan wisdom di blog para bos lama-lama hanya mendapati bujukan dan rayuan agar membeli produk dan jasa. Ujung-ujungnya, mereka kapok dan ogah datang lagi.
Apa yang perlu dibenahi?
Perencanaan dan komitmen. Sebelum blog dibuat, harus direncanakan dulu apa tujuannya. Apakah hendak membuat blog untuk pencitraan belaka, tempat berbagi ide, atau ruang diskusi dengan pelanggan. Setelah rencana dibuat dan blog dibikin, harus ada komitmen.
Jika sejak awal hanya akan menulis tentang, misalnya, tip manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia, ya, jangan sampai kemudian menulis informasi peluncuran produk baru atau kegiatan kehumasan. Semakin jauh blog dari komitmen awal, semakin jauh pula kepergian para pengunjung.
Sekali lagi passion. Di antara ratusan juta blog yang terindeks oleh Technorati, 90 persen di antaranya diperkirakan adalah jurnal-jurnal personal yang telah diabaikan pemiliknya. Barangkali pula blog-blog itu sudah lebih dari empat bulan tak diperbarui. Harap maklum.
Hanya mereka yang memiliki passion tinggi yang mampu bertahan dengan blognya. Dan para bos yang hasratnya begitu tinggi untuk berbagi ilmu, ide, atau kearifannya sajalah yang blognya bakal tetap bernas dan dicari pembaca.
Bayangkan sampean menonton sinetron atau film bioskop yang membosankan. Bayangkan melakukan pekerjaan yang tak sampean sukai. Begitulah bila kita membaca blog yang kehilangan passion, blog yang tak dikerjakan dengan keterampilan personal.
Sekali lagi, ini bukan melulu soal SEO. Sekarang era jejaring sosial. Dewasa ini, kalau kita bicara soal blog, ada tren yang menarik. Orang menemukan informasi tentang sebuah blog dan isinya melalui jejaring dan media sosial dan media. Orang mengakses Twitter, Plurk, dan Facebook dan menemukan pranala-pranala informasi, data, atau laporan yang mereka pikir bermanfaat di sebuah situs atau blog. Pertimbangkanlah fakta itu. Pelajarilah cara kerjanya. Dan ambil manfaat dari tren tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar